Rabu, 18 April 2012

Jadilah bangsa Pelaut

Usahakanlah agar kita menjadi bangsa pelaut kembali...

Bangsa pelaut yang mempunyai armada niaga,

bangsa pelaut yang mempunyai armada militer,

Bangsa pelaut yang kesibukannya di laut menandingi irama gelombang lautan itu sendiri

Ini adalah amanat presiden Soekarno[1] yang pernah disampaikan pada peresmian Angkatan Laut tahun 1953. Founding father kita ini juga mengatakan bahwa untuk menjadi bangsa yang kuat dan sejahtera, kita harus menjadi bangsa bahari. Dalam sejarah bangsa Indonesia dengan jelas mengambarkan sebuah kejayaan yang pernah dicapai oleh kerajaan nusantara. Sriwijaya adalah salah satu Kemaharajaan Maritim yang kuat di pulau Sumatera dan banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan membentang dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi hingga ke Kamboja, Thailand, dan Semenanjung Malaya. Di bawah pengaruh Sriwijaya antara abad ke-8 dan ke-10 Raja Wangsa Syailendra dan Sanjaya berhasil mengembangkan kerajaan-kerajaan berbasis agrikultur di Jawa, dengan peninggalan bersejarahnya seperti Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Di akhir abad ke-13, Majapahit berdiri di bagian timur pulau Jawa, dibawah pimpinan Mahapatih Gajah Mada, kekuasaannya meluas hampir meliputi wilayah Indonesia kini, dan masa itu sering disebut “Zaman Keemasan” dalam sejarah Indonesia. Sedangkan abad ke-13 hingga abad ke-16 merupakan puncak kejayaan Kerajaan Islam di Indonesia. Timbulnya kerajaan-kerajaan tersebut didorong oleh maraknya lalu lintas perdagangan laut dengan pedagang-pedagang Islam dari Arab, India, Persia, Tiongkok, dan lain-lain. Bangsa-bangsa besar yang sekarang besar seperti Inggris dan Amerika, dulunya adalah bangsa-bangsa maritim atau seafaring nations. Ciri utama bangsa bahari adalah berdagang lewat laut, mencapai sumber dan pasar yang jauh dari negaranya. Dalam teori pertumbuhan ekonomi dikenal dalil bahwa trade is the engine of growth (perdagangan adalah mesin pertumbuhan) dan bahwa trade presupposes industry (perdagangan memprasyaratkan industri).

Tidak ada kata lain selain kita harus kembali lagi menjadi negara Maritim, menguasai kembali laut sebagai potensi besar bagi bangsa Indonesia, sebab laut bagi Indonesia tidak hanya menjadi alat penghubung tetapi juga dan terutama adalah alat pemersatu pulau-pulau dan suku-suku bangsa yang berserak dari Sabang Sampai Merauke dari Miangas sampai Rote. Oleh karena itu, lautan Nusantara harus dijaga keutuhannya dengan kembali saat seperti deklarasi Juanda 1957 dimana semua laut antara pulau-pulau dari Sabang sampai Merauke itu adalah wilayah kedaulatan mutlak Indonesia. Dengan begitu, kapal-kapal asing tidak bebas lagi melintasi wilayah laut Indonesia. Semua akan bisa dicapai jika memang pemerintah benar-benar menyadarinya, realita saat ini yang terjadi adalah perselisihan perbatasan dengan negara tetangga tidak hanya terjadi sekali, tetapi terjadi bekali-kali, baik di perbatasan darat, laut dan udara. Sepertinya pemerintah Indonesia kurang menghiraukan akan hal ini. Dengan Malaysia kita kehilangan Sipadan dan Ligitan. Dengan Australia penentuan perbatasan laut kita juga belum selesai. Dengan Filipina sampai saat ini pulau Miangas dan Marore masih masuk dalam konstitusi Filipina sebagai wilayah negaranya. Beruntung Angkatan Laut kita waktu itu bertndak cepat dengan langsung menempatkan personelnya di Miangas, tanpa harus repot meminta izin kepada Mabes ABRI, karena waktu itu Angkatan Laut masih Independen.

Kelalaian pemerintah Indonesia terlihat dari fakta sampai sekarang tidak ada satupun badan pemerintah yang bertanggung jawab atas pengurusan batas wilayah negara, yaitu badan yang sehari-hari membina keutuhan dan menyelesaikan persoalan yang timbul di daerah perbatasan. Di tingkat Menteri, kita melihat Menteri Luar Negeri hanya bisa mengagendakan perundingan tetapi tidak menguasai materi tekhnisnya. Menteri Dalam Negeri hanya mengurusi masalah antardaerah. Menteri Pertahanan hanya bertugas menjaga wilayah yang sudah diakui. Menteri Kelautan hanya sibuk mengurusi ikan. Sedang Menteri Perhubungan tidak ada kaitan dengan batas wilayah darat, laut dan udara. Seharusnya pemerintah sadar Bangsa Indonesia dengan 17.000 lebih pulau dan 6 juta km² lebih luas laut di sekelilingnya, harus bersungguh-sungguh dalam mengelolah wilayahnya. Meskipun sangat luas dan berlimpah, tetapi tidak satu jengkal tanah dan satu tangguk air laut pun boleh lepas, semuanya harus dibela dengan darah. Wilayah adalah unsur utama adanya negara, baru menyusul adanya rakyat dan pemerintah. Palestina meskipun punya rakyat dan pemerintah tetapi tak kunjung jadi negara, karena belum punya wilayah yang pasti.[2]

Indonesia sebagai negara maritim harus mampu menguasai dan menjaga keutuhan seluruh wilayahnya baik darat, laut maupun udara, terutama wilayah lautnya. Bangsa Indonesia harus mampu memanfaatkan seluruh ruang lautnya sebagai sumber kehidupan, sarana penghubung dan pemersatu bangsa dan pulau-pulau. Bangsa Indonesia juga mampu mengelola dan mendayagunakan kekayaannya, terutama kekayaan lautnya, sehingga dapat berperan dan memberikan sumbangan yang berarti bagi perekonomian negara dan kemakmuran rakyat Bangsa Indonesia, pemerintah dan segenap rakyatnya harus menyadari dan mensyukuri kodratnya sebagai bangsa yang mendiami kepulauan yang terbesar di dunia. Kekayaannya yang berlimpah dan posisinya yang strategis secara nasional dan Internasional. Seluruhnya harus bertekad untuk memanfaatkan seluruh karunia tuhan yang maha esa itu bagi sebesar-besar keemakmuran rakyat dan kejayaan negaranya, termasuk bagi kesejahteraan dan kepentingan bersama seluruh bangsa di dunia.



[1] Presiden Pertama Republik Indonesia (1945-1965)

[2] Wahyono S.K. 2009. Indonesia Negara Maritim. Jakarta: Penerbit Teraju, hlm.46

Sabtu, 29 Oktober 2011

Sumpah Pemuda: Sejarah dan Semangat Pemuda

Masa depan bangsa terletak pada pundak pemuda. Demikian semboyan klasik yang selalu hangat, diucapkan oleh siapa saja yang mencurahkan segala harapannya kepada generasi muda untuk meneruskan estafet tanggung jawab akan nilai-nilai perjuangan bangsa dalam mewujudkan cita-cita nasional. Sumpah pemuda merupakan satu tonggak sejarah yang sangat monumental. Ia mengandung ilham kepatriotan dan kepahlawanan. Ia merupakan puncak dari kebangkita nasional yang bermula pada lahirnya Budi Utomo dua puluh tahun sebelumnya. Memang tepat dikatakan bahwa sumpah pemuda itu telah meletakkan suatu kerangka dasar perjuangan politik generasi muda pada waktu itu. Dan Sumpah Pemuda itu sendiri lahir di tengah perjuangan bangsa melawan penjajahan. Tetapi akar dan bibit-bibit sampai terumuskannya Sumpah pemuda itu sendiri bukanlah tiba-tiba atau bukanlah lahir pada tahun 1928. Jauh sebelumnnya, yakni pada kongres pemuda indonesia yang pertama (30 April 1926). Dalam kongres pertama itu Moh. Yamin dicanangkan suatu ikrar pemuda Indonesia yang berbangsa, bertanah air dan berbahasa satu. Yang dikatakan oleh Moh. Yamin itu bukanlah mengenai bahasa Indonesia, tetapi bahasa Melayu. Adapun bunyi teks yang muncul dalam kongres pemuda indonesiaI adalah sbb:

Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia

Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia

Kami putra dan putri Indonesia mengaku menjunjung bahasa persatuan, bahasa Melayu[1].

Usul dan rumusan yang diajukan Moh. Yamin dalam sidang atau kongres pemuda pertama menjadi bahan berdebatan yang sengit antara Moh. Yamin dan Moh. Tabrani, pemimpin kongres. Perdebatan itu berkisar pada soal bahasa. Tabrani, sebagai ketua kongres tidak menyetujui kalau bahasa persatuan disebut bahasa Melayu. Ia berpendapat bahasa persatuan haruslah bahasa Indonesia. Sedangkan Moh. Yamin tetap bersikeras bahwa bahasa persatuan itu tak lain adalah bahasa Melayu, sebab yang ada bahasa Melayu. Tabrani didukung oleh Sanusi Pane; sedangkan Moh. Yamin didukung oleh jamaluddin. Kutipan diskusi yang dilontarkan Tabrani antara lain mengatakan,”...jalan pikiran saya: kalau tumpah darah dan bangsa disebut Indonesia, maka bahasa persatuannya harus disebut bahasa Indonesia, dan bukan bahasa Melayu”. Yamin naik pitam dengan alasan, “Tabrani menyetujui pidato saya, tetapi kenapa menolak konsep usul resolusi saya. Lagi pula yang ada bahasa Melayu, sedangkan bahasa Indonesia. Tabrani tukang ngelamun”. Tanggapan Tabrani, “Alasanmu, Yamin, betul dan kuat. Maklum lebih paham tentang bahasa daripada saya. Namun saya tetap pada pendirian saya. Nama bahasa persatuan hendaknya bukan bahasa Melayu, tetapi bahasa Indonesia. Kalau belum ada harus dilahirkan melalui kongres pemuda pertama ini[2]

Dalam kongres pemuda Indonesia yang kedua, pendapat Tabrani dan Sanusi Pane benar-benar diperhatikan. Dengan demikian ikrar pemuda Indonesia, yang kemudian dikenal dengan Sumpah Pemuda, mencantumkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuannya[3]. Dengan demikian Sumpah Pemuda yang berintikan Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa kemdian selalu menggelora di dada pemuda-pemudi, bahkan di dada seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Marauke. Demikianlah betapa pun kaum Penjajah Belanda berusaha menghambat serta menghalang-halangi serta menggagalkan persatuan dan kesatuan nasional Indonesia, namun berkat rahmat Allah dan berkat keuletan serta kegigihan para Pahlawan[4] Indonesia, akhirnya persatuan dan kesatuan nasional Indonesia kebangsaan Indonesia dapat tercapai dan terwujud juga. Maka tibalah saatnya orang-orang Belanda kolonial, ibarat sang induk Ayam di dalam dongeng hewan atau fabel, dengan sangat terkejut melihat bahwa anak itik yang keluar dari telur yang di eramnya telah turun ke air dan dapat berenang sendiri!

Generasi muda angkatan 28 telah menunjukan betapa mereka sangat gemilang dalam membangun bangsa Indonesia dengan berani merumuskan Sumpah Pemuda dan Perjuangan bangsa. Semangat para pemuda pada zaman itu benar-benar tanpa pamrih. Mereka berjuang demi negara, demi rakyat banyak, dan bukannya demi mereka sendiri dan keluarga mereka. Tokoh panutan yang mempunyai jiwa demikian ini sangat dibutuhkan pada zaman ini. Tokoh-tokoh pemuda zaman ini hampir tidak berperan dalam panggung sejarah. Seolah dunia sekarang ini dikuasai oleh kaum tua. Hal ini juga terjadi di Indonesia. Rupanya kaum tua kurang melihat potensi yang ada dalam generasi muda. Kalau demikian perlulah melihat orang melihat ke belakang, ke tahun 1928: dalam tahun itulah peranan pemuda memainkan peranan yang sentral, tiada bandingnya, pemuda zaman sekarang?[5]



[1] Kutipan menggunakan ejaan yang sudah disempurnakan: teks asli masih menggunakan ejaan lama.

[2] M. Tabrani, ‘Sejarah satu Nusa, satu Bangsa, satu Bahasa Indonesia’, dalam G A Warmansyah, Cerita Tentang Peranan Pemuda, Dinas Museum Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Jakarta. 1977, hal.40.

[3] “Kami Putra-Putri Indonesia Mengaku Berbahasa satu, Bahasa Indonesia”.

[4] Seorang pahlawan bukanlah orang suci dari langit yang turun ke bumi lalu memecahkan permasalahan yang ada, setelah masalah itu selelsai orang suci tersebut naik ke langit lagi. Pahlawan adalah orang biasa tetapi melakukan pekerjaan-pekerjaan besar dengan mengoptimalkan seluruh daya dan potensinya demi Bangsa dan negaranya.

[5] Pemuda zaman sekarang banyak diobyekan dan kurang dijadikan subyek. Begitulah kesan-kesan yang muncul dalam berbagai diskusi gerakan pemuda sekarang ini.

Berantas korupsi!

<!--[if gte mso 9]> Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4

Korupsi merupakan sebuah masalah serius yang dihadapi oleh banyak Negara berkembang, termasuk Negara Indonesia ini. Bisa dikatakan bahwa salah satu penghambat berkembangnya sebuah Negara adalah karena permasalahan korupsi. Kaufmann (1997) yang mengatakan bahwa korupsi menyebabkan pencurian terhadap penerimaan pemerintah yang seharusnya bisa digunakan untuk pembangunan dan pengembangan yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat. Usaha-usaha korupsi ini menurut transparency internasional sebagai upaya menghilangkan anggaran yang seharusnya digunakan untuk pembangunan public atau mengurangi anggaran pemerintah.

Indonesia corruption watch mencatat setidaknya 10 kejanggalan dalam penanganan kasus mafia pajak ini. Kepolisian dinilai gagal sejak awal, dan bahkan diduga ada tangan tak kentara yang mendesain kasus ini agar seolah-olah terkesan ditangani secara serius dan cepat, padahal tidak. Pola pengerdilan justru potensial penjahat sesungguhnya. Perwira Polri dan jaksa belum tersentuh, birokrasi korup di Ditjen pajak belum diproses, pihak perusahaan masih melenggang bebas meski telah menyuap petugas pajak, dan 44 perusahaan yang ditangani gayus belum disentuh sama sekali. “menangkap teri, melepas paus” karena mastermind atau mafia yang lebih besar berada di zona nyaman. Masih banyak kasus korupsi yang terjadi di Indonesia, mulai dari tingkat daerah hingga level nasional, dari koruptor kelas teri sampai kelas kakap. Yang menjadi tanda tanya adalah belum cukupkah energi untuk menggerakkan proses penyembuhan penyakit kronis tersebut dari bumi Indonesia? Perang melawan penyakit bangsa nomor satu ini? Hal ini antara lain dapat dilihat berdasarkan indikator skor Indonesia dalam indeks persepsi korupsi (corruption perception index/CPI) 2010 yang masih belum bergeser dari angka 2,8 persen.

Hanya ada satu kata “lawan”! korupsi perlu secara terang-terangan diperangi, sebab kalo tidak ini akan menjadi budaya yang akan menjamur di negeri kita. tentu hal ini perlu strategi dalam perang melawan korupsi, kita bisa belajar dari sejarah dengan mempelajari teori perang konvesional zaman duu. Teks-teks mengenai teori perang menyebutkan, paling tidak ada dua tipe perang, yaitu Perang bumi hangus dan perang pembantaian. Perang pembantaian mengacu pada strategi penghancuran total kemampuan berperang dalam beberapa atau bahkan dalam satu pertempuran yanmg menentukan. Strategi perang ini digunakan Napoleon Bonaparte dalam pertempuran Austerlitz (1805) melawan pasukan koalisi kerajaan Rusia dan Australia. Pertempuran Austerlitz secara efektif menghancurkan perlawanan Negara-negara Eropa terhadap kekuatan kerajaan Perancis. Dalam perang melawan korupsi, strategi perang pembantaian bisa diaplikasikan dalam bentuk penyelesaian secara cepat dan tegas kasus-kasus korupsi besar, penangkapan koruptor kelas kakap dan berpengaruh dan pemberian hukuman maksimal kepada koruptor.

Perang bumi hangus adalah strategi perang yang bertujuan menghancurkan kemapuan bertempur lawan lewat perang yang berkepanjangan dan penghancuran sumber daya logistik dan personel. Ketika kerajaan Roamwi diinvasi pasukan Carthage dibawah pimpinan Hannibal Barca dalam perang Phunic II (218-202 SM) Konsul Fabius menggunakan Strategi Bumi hangus. Ia menghancurkan jalur suplai makanan dan bantuan personel dengan membakar desa-desa dan ladang gandum yang akan dilewati pasukan Carthage. Strategi Fabius ternyata efektif memaksa pasukan Carthage mundur. Dalam perang melawan korupsi, strategi bumi hangus dapat diaplikasikan dengan cara menutup ruang gerak koruptor dalam birokrasi melalui penerapan reformasi birokrasi, pengawasan yang efektif dan penerapan Transparansi. Strategi ini bila diterapkan secara efektif akan menutup ruang gerak dan jalur-jalur suplai uang haram koruptor.

Sudah saatnya pemerintah membuat gebrakan berani dengan membongkar kasus-kasus besar yang melibatkan orang-orang kuat. korupsi harus segera diberantas agar kesejahteraan negara semakin tinggi dan rakyat juga semakin sejahtera. Kita butuh pemimpin yang berani dan ahli strategi dalam memberantas korupsi.

Guru: Elemen yang terlupakan Oleh: Azwan Nurkholis

Setiap kita menginginkan pendidikan yang mampu menghasilkan insan yang paripurna. Hal ini tidak terlepas dari tujuan pendidikan nasional yaitu Dalam UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, disebutkan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Tentunya hal ini menjadi tugas yang cukup berat dan ektra keras dalam merealisasikannya. Betapa tidak, jika kita telusuri lebih dalam, banyak fenomena pendidikan kita yang memprihatinkan, semakin memudarnya karakter yang dimiliki oleh siswa. Banyaknya kasus narkoba, pelecehan seksual, tawuran/pertengkaran/perkelahian dan sebagainya. Wajar hal itu terjadi, jika kita melihat kondisi saat ini terjadinya dis orientasi arah dan proses pendidikan. Institusi pendidikan kita tidak ubahnya seperi pencetak mesin ijazah. Agar laku, sebagian memberikan iming-iming : lulus cepat, status disetarakan, dapat ijazah, absen longgar, dsb. Pendidikan lebih diarahkan pada menyiapkan tenaga kerja "buruh" saat ini. Bukan lagi pemikir-pemikir handal yang siap menganalisa kondisi. Ini berarti mengulang sejarah pendidikan di zaman Belanda, bahkan sama persis.

Sudah saatnya revolusi pendidikan kita, mengembalikan pendidikan pada khitahnya. Perlunya Kembali merefleksikan pemikiran founding fathers pendidikan Ki hajar dewantara bahwa pada hakikatnya manusia merdeka adalah tujuan pendidikan. yang dimaksud dengan manusia merdeka adalah seseorang yang mampu berkembang secara utuh dan selaras dari segala aspek kemanusiaannya dan yang mampu menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap orang. Oleh karena itu bagi Ki Hajar Dewantara pepatah ini sangat tepat yaitu “educate the head, the heart, and the hand”.

Hal yang paling efektif yang bisa dilakukan adalah mengoptimalkan kembali peran dan fungsi Lembaga pendidikan (: sekolah/PT) yang menjadi salah satu ujung tombak keberhasilan proses pendidikan. Dimulai dari hal sederhana saja, elemen yang sering kita lupakan dan kita abaikan adalah guru. Selama ini perhatian terhadap guru kurang. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat. Disisi lain kesejahteraan guru juga perlu diperhatikan walaupun lumayan dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup.

Yang paling subtansi adalah guru dituntut untuk mengoptimalkan perannya. Moh. Surya (1997) mengemukakan tentang peranan guru di sekolah, keluarga dan masyarakat. Di sekolah, guru berperan sebagai perancang pembelajaran, pengelola pembelajaran, penilai hasil pembelajaran peserta didik, pengarah pembelajaran dan pembimbing peserta didik. Pertama, guru sebagai pengajar harus mampu menciptakan situasi kondisi belajar yang sebaik-baiknya, serta bertanggungjawab hasil kegiatan belajar anak melalui belajar mengajar. Pengajaran bukan hanya sekedar transfer of knowledge (pengetahuan) tapi juga transfer of values (nilai). Seringkali hal ini dilupakan oleh para guru, interaksi hanya sebatas penyampaian materi tanpa mengedepankan hikmah nilai.

Kedua, guru sebagai pembimbing diharapkan bisa mengarahkan bahkan mendampingi peserta didik agar mendapatkan pemahaman maksimum. Menjadi teman terbaik untuk peserta didik dalam pemecahan masalah dan selalu memberikan motivasi yang lebih agar siswa tercerahkan. Hal ini akan terwujud manakala guru memperhatikan mulai dari yang sesederhana mungkin, mulai dari mengenal, mengamati tingkah laku siswa sehari-hari sampai dengan meneliti kemajuan siswa baik di sekolah maupun luar sekolah.

Akhirnya kita perlu menyadari bahwa tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia muda. Pendidikan hendaknya menghasilkan pribadi-pribadi yang lebih manusiawi, berguna dan berpengaruh di masyarakatnya, yang bertanggungjawab atas hidup sendiri dan orang lain, yang berwatak luhur dan berkeahlian. Semoga!

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes